CONTOH KASUS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Kasus
Sudah banyak
sekali kasus tentang UU Perlindungan Konsumen yang ada di Indonesia. Sudah
dijelaskan dalam UU Perlindungan konsumen mengenai hak-hak dan kewajiban
konsumen serta pelaku usaha, tetapi tetap saja ada pelanggaran-pelanggaran
dalam hal tersebut. Seperti: produsen nakal yang menjual barang/jasa kepada
konsumen sehingga konsumen kerap complain terhadap barang/jasa yang diberikan,
dibeli dan merasa dirugikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Teori
Perlindungan
konsumen adalah suatu hal yang sangat penting. Namun terkadang masih sering
disepelekan oleh para pelaku usaha. Padahal perlindungan konsumen itu sendiri
sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Th, 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Pada dasarnya menurut UU RI No. 8 Tahun 1999 Pasal 3, UU
Perlindungan konsumen ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
a. Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindung diri;
b. Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif
pemakaian barang dan/atau jasa;
c. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Sesuai
dengan bunyi Pasal 8 ayat 1, secara jelas disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Namun, sejauh ini UU
Perlindungan konsumen tersebut belum sepenuhnya ditegakkan.
Azas
Perlindungan Konsumen
- Asas
Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
- Asas
Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
- Asas
Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
- Asas
Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
- Asas
Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
negara menjamin kepastian hukum.
Hak-hak
Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
- Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
- Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
- Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
- Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
- Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
- Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
- Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
- Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat
kewajiban konsumen, antara lain :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar
yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta pelaksanaan ketentuan dari
Undang-Undang Perlindungan Konsumen seharusnya dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Pengawasan
mengenai perlindungan konsumen ini tidak akan efektif jika dilakukan hanya oleh
pemerintah saja. Butuh partisipasi dari semua pihak, mulai dari konsumen,
pelaku usaha hingga Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Untuk menekan
jumlah pelanggaran UU Perlindungan Konsumen sehingga konsumen akan merasa
terlindungi, pemerintah sebaiknya meningkatkan selalu pengawasan terhadap
barang-barang yang beredar di pasaran. Pemerintah juga harus secara terus
menerus mengadakan sosialisasi Perlindungan Konsumen kepada masyarakat,
terutama lewat iklan di televisi. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia
sering menonton televisi. Jadi, iklan yang beredar di televisi tidak hanya
iklan-iklan yang bersifat promotif terhadap produk-produk saja, tetapi ada juga
iklan yang bersifat edukatif yang juga bermanfaat bagi konsumen.
Dibawah ini adalah 2 Contoh kasus perlindungan
konsumen :
1.
Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT
Pada hari
Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari
Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif
Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap
manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen
Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di
pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia
seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan,
gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang
promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya
karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan
Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat
anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot)
dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan
melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada
tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang
mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara
yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain
kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan),
Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi
kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi
ini menjadi tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala
BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar
(teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada
kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan.
Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas
terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi
tersebut.
2. Kasus
Bahasa Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan seolah - olah menipu.
Iklan
sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku.
Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa
tertipu iklan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan
roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah
menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla--
begitu Ludmilla Arief biasa disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan
Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia
merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros
bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’
tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia
meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.
“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil
itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa
(10/4).
Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin
untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang
sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta
Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit
dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan
March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi
serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan
membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan
hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,”
imbuhnya.
Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla
hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla
meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya
berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati
swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI).
Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK
menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10
huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta
membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam
permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK
Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak
keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David,
kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada
kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat
tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan
syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur
manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut
Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud
sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada
datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek.
Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha
Adapun
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1. a.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan,
peraturan yang berlaku, ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b. Tidak
sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai
barang dan/atau jasa yang menyangkut berat bersih, isi bersih dan jumlah
dalam hitungan, kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran, mutu,
tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu,
janji yang diberikan.
c. Tidak
mencantumkan tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling
baik atas barang tertentu, informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa
indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d. Tidak mengikuti
ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang
dicantumkan dalam label
e. Tidak
memasang label/membuat penjelasan yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih, komposisi, tanggal pembuatan, aturan pakai, akibat
sampingan, ama dan alamat pelaku usaha, keterangan penggunaan lain yang menurut
ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f. Rusak,
cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2. Dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa
a. Secara
tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi
standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah
atau guna tertentu, dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal
dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b. Secara
tidak benar dan seolah -olah barang dan/atau jasa tersebut telah
mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,
ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu, dibuat perusahaan yangmempunyai
sponsor, persetujuan/afiliasi, telah tersedia bagi konsumen, langsung/tidak
langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain, menggunakan kata-kata
berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping
tanpa keterangan lengkap, menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum
pasti, dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika
bermaksud tidak dilaksanakan, dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan
maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji,
dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3. Dalam
menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang
mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau
menyesatkan mengenai :
a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik
yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas
barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau
jasa.
4. Dalam
menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah
dengan cara undian dilarang
a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu
dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan
hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak
setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5.Dalam
menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara
lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun
psikis.
6.Dalam hal
penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui
konsumen dengan
a.Menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu
dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Tidak berniat menjual barang yang
ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak
menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual
barang lain.
Analisis
Agar tidak terjadi lagi kejadian-kejadian yang merugikan bagi konsumen,
maka kita sebagai konsumen harus lebih teliti lagi dalam memilah milih
barang/jasa yang ditawarkan dan adapun pasal-pasal bagi konsumen, seperti:
- Kritis
terhadap iklan dan promosi dan jangan mudah terbujuk;
- Teliti
sebelum membeli;
- Biasakan
belanja sesuai rencana;
- Memilih
barang yang bermutu dan berstandar yang memenuhi aspek keamanan,
keselamatan,kenyamanan dan kesehatan;
- Membeli
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan;
- Perhatikan
label, keterangan barang dan masa kadaluarsa;
Pasal 4, hak konsumen adalah :
a. Ayat 1 : “hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
b. Disini pelaku usaha bidang pangan
melanggar hak konsumen tersebut. Ini terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB
(per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 1 kasus disebabkan mikroba
dan 8 kasus tidak ada sample. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya
(berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat
mikroba 30 kasus. Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya
penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan Ditemukan penggunaan
bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang
bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil yellow).
c. Ayat 3 : “hak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
d. Para pelaku usaha bidang pangan
terutama pada makanan cepat saji seperti bakso, mie ayam dan lainnya para
pelaku usaha tidak jarang mencantumkan komposisi makanannya bahkan mencampur
adukan boraks pada sajiannya, hal ini mempersulit konsumen dalam mengetahui
informasi komposisi bahan makanannya
Sumber :